Jumat, 30 November 2012

Tarekat Sammaniyah Berkembang Di Afrika Utara



Di samping Naqsyabandiyah, Syattariyah, Qadiriyah dan Syadziliyah, umat Islam juga mengenal adanya Tarekat Sammaniyah. Tarekat Sammaniyah merupakan salah satu cabang dari Tarekat Syadziliyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ali asy-Syadzili [wafat 1258] di Mesir. Pendiri Tarekat Sammaniyah adalah Muhammad bin Abdul Karim as-Samani al-Hasani al-Madani [tahun 1718-1775 M]. Tarekat ini berhasil membentuk jaringan yang sangat luas dan mempunyai pengaruh besar di kawasan utara Afrika, yaitu dari Maroko sampai ke Mesir. Bahkan, memperoleh pengikut di Suriah dan Arabiah. Aliran tarekat ini lebih banyak menjauhkan diri dari pemerintahan dan penguasa serta lebih banyak memihak kepada penduduk setempat, di mana tarekat ini berkembang luas. Salah satu negara Afrika yang banyak memiliki pengikut Tarekat Sammaniyah adalah Sudan. Tarekat ini masuk ke Sudan atas jasa Syekh Ahmad at-Tayyib bin Basir yang sebelumnya belajar di Makkah sekitar tahun 1800 M. Pemimpin Tarekat Sammaniyah di Sudan yang terkenal ialah Syekh Muhammad Ahmad bin Abdullah [tahun 1843-1885 M] yang pernah memproklamasikan dirinya sebagai Imam Mahdi [pemimpin yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh masyarakat]. Ia adalah seorang pemimpin dan anggota Tarekat Sammaniyah yang sangat saleh dan kehadirannya dinanti-nantikan oleh masyarakat Sudan. Syekh Muhammad Ahmad menghendaki adanya perbaikan-perbaikan terhadap praktek-praktek keagamaan sesuai dengan agama Islam yang benar. Ia memberikan berbagai perintah tentang bermacam-macam aspek keagamaan, seperti pengasingan [pingitan] terhadap kaum wanita dan pembagian tanah kepada rakyat, dan berusaha mereformasi berbagai praktek keagamaan masyarakat Sudan yang waktu itu dilakukan sebagai tradisi. Ini semua bertujuan untuk menyesuaikan tradisi mereka dengan ajaran-ajaran syari'ah. Syekh Muhammad Ahmad juga menentang pemakaian jimat, penggunaan tembakau dan alkohol, ratapan wanita pada upacara pemakaman jenazah, penggunaan musik dalam prosesi keagamaan dan ziarah ke kuburan orang-orang suci [wali]. Dalam rangka mencontoh hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, ia dan para pengikutnya mengasingkan diri di Pegunungan Kardofan, lalu menyebut diri mereka sebagai Anshar [penolong] Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Lebih jauh, kelompok ini berhasil membentuk pemerintahan revolusioner dengan organisasi militer yang sangat rapi dan mempunyai sumber keuangan yang teratur administrasi yang baik.

Amalan Sammaniyah

Ciri-ciri Tarekat Sammaniyah adalah berdzikir "Laa Ilaha Illallah" dengan suara keras oleh para pengikutnya. Dalam mewiridkan bacaan dzikir, murid Tarekat Sammaniyah bisa melakukan secara bersama-sama pada malam jumat di masjid-masjid atau mushallah-mushallah sampai tengah malam. Selain itu, ibadah yang diamalkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani, adalah shalat sunnah Asyraq [setelah subuh] dua rakaat, shalat sunnah Dhuha sebanyak 12 [dua belas rakaat], memperbanyak riyadhah lahir dan batin untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala], dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi. Berikut adalah beberapa ajarannya yang terkenal:

1. Memperbanyak shalat dan dzikir.

2. Bersikap lemah lembut kepada fakir miskin.

3. Tidak mencintai dunia.

4. Menukarkan akal kemanusiaan [bashariyah] kepada akal ketuhanan [Rabbaniyah].

5. Bertauhidkan Allah subhanahu wata'ala, baik dzat, sifat maupun af'al-Nya.

Syekh Samman, sang pendiri Sammaniyah

Kemunculan Tarekat Sammaniyah, bermula dari kegiatan sang tokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani al-Madani al-Qadidri al-Quraisyi. Ia adalah seorang faqih, ahli Hadits dan sejarawan pada masa itu. Dilahirkan di kota Madinah [1132 H/ 1718 M]. Keluarganya berasal dari suku Quraisy. Semula ia belajar Tarekat Khalwatiyah di Damaskus, Syria. Lama-kelamaan, ia mulai membuka pengajian teknik dzikir, wirid dan ajaran tasawuf lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah subhanahu wata'ala yang akhirnya di sebut sebagai Tarekat Sammaniyah. Sehingga ada yang mengatakan, bahwa Tarekat Sammaniyah adalah cabang dari Tarekat Khalwatiyah. Demi untuk memperolei pengetahuan, ia rela menghabiskan usianya dengan melakukan berbagai perjalanan. Beberapa negara yang ia singgahi untuk menuntut ilmu diantaranya adalah:
- Iran
- Syria [Suriyah]
- Hijaz
- Transoxiana [wilayah Asia Tengah sekarang].
Karyanya yang paling terkenal adalah kitab, "Al-Insab". Ia juga mengarang buku-buku lain seperti:
- Ma'jumul Mashayekh
- Tazyilul Tarikh Baghdad
- Tarikh Marv.

Syekh Muhammad Samman, dikenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karamah. Baik kitab Manaqib, Syekh al-Waliy al-Syahir Muhammad Samman maupun Hikayat Syekh Muhammad Samman, keduanya mengungkapkan sosok Syekh Samman. Sebagaimana guru-guru besar tasawuf, Syekh Muhammad Samman, terkenal dengan keshalehan, kezuhudan dan kekeramatannya.
Konon, ia memiliki karamah yang sangat luar biasa. "Ketika kaki diikat sewaktu di penjara, aku melihat Syekh Muhammad Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah aku dan pingsan. Setelah siuman kulihat rantai yang melilitku telah terputus".
Kata Abdullah al-Basri, padahal seorang muridnya menyaksikan, Syekh Muhammad Samman berada dikediamannya sendiri.

Adapun perihal awal kegiatan Syekh Muhammad Samman dalam tarekat dan hakikat, menurut Kitab Manaqib, diperolehnya sejak bertemu dengan Syekh Abdul Qadir al-Jilany. Suatu ketika Syekh Muhammad Samman berkhalwat [menyendiri] di suatu tempat dengan memakai pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datang Syekh Abdul Qadir al-Jilany membawakan pakaian jubah putih. "Inilah pakaian yang cocok untukmu". Syekh Abdul Qadir Jilany kemudian memerintahkan Syekh Muhammad Samman, agar melepaskan pakaiannya dan mengenakan jubah putih yang dibawanya.
Konon, Syek Muhammad Samman menutup-nutupi ilmunya sehingga datanglah perintah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, untuk menyebarkannya kepada penduduk kota Madinah. Wallahu a'lam.

Hubungan Tari Saman Aceh dengan Tarekat Sammaniyah

Nanggroe Aceh Darussalam [NAD] adalah provinsi paling barat di bumi Nusantara. Daerah ini dikenal sebagai, " Serambi Makkah"-nya Nusantara. Agama Islam yang masuk ke Indonesia di percaya juga berawal dari wilayah ini. Tidak heran bila nuansa keislaman sangat kental di provinsi paling barat di Indonesia tersebut. Sebagaiman disebut, Tarekat Sammaniyah pertama kali masuk di Indonesia melalui Aceh dan dibawa oleh Syekh Abdul Samad al-Palimbani sekitar abad ke-18, salah seorang murid Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani al-Madani, pendiri Tarekat Sammaniyah. Tarekat Sammaniyah mengajarkan dzikir dan wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata'ala dan kepada murid-muridnya. Wirid dan dzikir itu biasanya diamalkan seusai melaksanakan shalat lima waktu dan dengan cara duduk bersila. Seiring dengan perkembangannya, dzikir dan wirid Sammaniyah terus berkembang. Di Sudan dan Nigeria [Afrika Utara], dzikir dan wirid Sammaniyah dilakukan dengan cara berdiri sambil memuji kebesaran Allah subhanahu wata'ala. Tidak hanya wirid seusai shalat lima waktu, dzikir dan wirid Sammaniyah, biasanya dilaksanakan pada hari besar Islam, seperti Isra' Mi'raj, Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan lain-lain.

Adakah hubungan antara dzikir Sammaniyah dengan tari Saman di Aceh?

Tidak ada keterangan jelas, mengenai keberadaan masalah ini. Dalam beberapa literatur yang ditemukan, tarian Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.

Siapakah Syekh Saman Aceh ini?

Hingga kini, belum ada keterangan yang jelas mengenai riwayatnya. Hanya tercatat ia adalah seorang ulama yang menyebarkan Islam di Aceh. Pengamat sejarah Gayo, Ir. Wahab Daud menjelaskan, bahwa tari saman sangat identik dengan agama Islam, karena tarian ini dikembangkan sebagai alat untuk mengembangkan agama Islam, khususnya di dataran tinggi Gayo Lues. Liriknya bermakna nasehat, petuah agama, petunjuk hidup dan sebagainya. Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan. Tari Saman biasanya diawali salam pembuka oleh syekh [tokoh adat atau pimpinan dari tari Saman]. Selanjutnya, disampaikan petuah-petuah tentang menjalani kehidupan umat manusia. Tarian ini dilakukan oleh delapan orang, terkadan dilakukan tujuh belas orang. Orang yang duduk pada posisi nomor sembilan [tengah], bertindak sebagai pimpinan [syekh]. Pada mulanya tarian ini hanya merupakan permainan rakyat biasa yang disebut Pok Ane. Melihat minat besar masyarakat Aceh pada kesenian ini, Syekh Saman pun menyisipkan syair-syair yang mengandung puji-pujian kepada Allah subhanahu wata'ala. Sehingga tari Saman menjadi media dakwa saat itu. Dahulu, latihan tari Saman dilakukan di bawah kolong Meunasah [sejenis surau yang berbentuk panggung]. Sehingga mereka tidak ketinggalan dalam shalat berjama'ah. Sejalan dengan kondisi Acei yang berada dalam peperangan, Syekh Saman pun menambahkan syair-syair yang menambah semangat juang rakyat Aceh. Tari ini terus berkembang sesuai dengan kebutuhannya. Sampai sekarang tari ini lebih sering ditampilkan dalam perayaan-perayaan keagamaan dan kenegaraan. Tidak ditemukan penjelasan lain dari Ir. Wahab Daud, mengenai asal mula tari Saman. Walaupun demikian berdasarkan mudha Farsyah, seorang peneliti dari Balai Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh. Ia hanya menyebutkan, tari Saman berasal dari Aceh Gayo hasil karya [diciptakan] Syekh Saman, seorang ulama penyebar agama Islam di Aceh, khususnya Gayo. Belum ditemukan biografi Syekh Saman, pencipta atau pendiri tari Saman ini. Tentu semakin menarik dan semakin jelas bila ada riwayat hidup Syekh Saman, dan asal mula diciptakannya tari Saman ini.

Benarkah tarian Saman memiliki hubungan dengan Tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani al-Madani?
Apakah tari Saman memang merupakan budaya asli Aceh yang dikembangkan dari dzikir dan wirid?
Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar