Cabang Khalwatiyah, Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama
tidak hanya berasal dari kota-kota di penjuru Mesir. Para ulama Maghribi
yang tengah menunaikan ibadah haji ke Makkah pada abad ke 18 M, dan
singgah di Kairo jumlahnya terus meningkat. Sebagian dari mereka sangat
terpengaruh oleh al-Hifni dan para Syekh Khalwatiyah pengganti al-Hifni,
seperti Mahmud al-Kurdi [tahun 1715-1780 M] dan Ahmad al-Dardir [tahun
1715-1786 M]. Berkat peran dari para ulama Maghribi ini, dua tarekat
sufi berkembang di Maghribi sebagai turunan Khalwatiyah. Muhammad Ibnu
Abd al-Rahman al-Azhari [tahun 1713-1793 M] menyebarkan Khalwatiyah di
Aljazair. Lahirlah cabang baru Khalwatiyah yang bernama Rahmaniyah.
Al-Azhari pula yang mengantarkan Sidi Ahmad al-Tijani, pendiri Tarekat
Tijaniyah, bergabung dengan Khalwatiyah. Al-Tijani mempelajari
rahasia-rahasia Mahmud al-Kurdi di Kairo dan Muhammad Ibnu al-Karim
al-Samman di Madinah. Al-Samman mempunyai murid dari Indonesia bernama
Abdul al-Samad al-Palimbani [tahun 1703-1788 M], yang kemudian
mengajarkan Tarekat Sammaniyah di Tanah Air [Sumatera]. Seorang muridnya
lagi berasal dari Sudan yang bernama Ahmad al-Tayyib Ibnu al-Basyir
[wafat tahun 1823 M], lalu ia menyebarkan tarekat ini disana. Pada abad
ke-19 M, tiga cabang Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan
penjajah di pelbagai wilayah di Afrika. Rahmaniyah memimpin
pemberontakan melawan Prancis di Aljazair pada tahun 1871 M. Sementara
itu, al-Hajj Umar al-Futi memprakarsai jihad Tijaniyah di Afrika Barat.
Di Mesir, kegiatan-kegiatan Khalwatiyah bersama dengan perhimpunan sufi
lainnya diatur dan diawasi secara ketat oleh pemerintah berdasarkan
dekrit Muhammad Ali pada tahun 1812 M. Hampir satu setengah abad
kemudian, pemerintah otoriter lainnya, yaitu pemerintahan Gamal Abdul
Nasser, berupaya membatasi gerakan dan sumber daya ekonomi
tarekat-tarekat sufi. Dalam daftar tentang tarekat-tarekat sufi yang
berkembang di Mesir, yang disusun pada tahun 1964 M, tercatat ada 10
cabang Khalwatiyah meskipun sebagian besar tidak aktif. Sementara itu,
di Turki tarekat-tarekat sufi dinyatakan terlarang pada tahun 1925 M,
sebagi-bagian dari program pembaruan penguasa Turki saat itu, Mustafa
Kemal Attaturk. Akan tetapi, tarekat-tarekat sufi tetap bergerak di
bawah tanah dan mulai muncul kembali dalam kehidupan publik pada akhir
tahun 1950-an. Khalwatiyah merupakan bagian dari proses kebangkitan
Islam abad ke-20 itu. Di wilayah Balkan, sejumlah pusat tarekat
Khalwatiyah terus berkembang, khususnya di Albania. Di sini, Khalwatiyah
mampu bertahan hidup di bawah rezim komunis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar