Jumat, 30 November 2012

Pemahaman ASWAJA


PEMAHAMAN AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH

I.    PENDAHULUAN
Adalah sunnatullah jika ummat Islam tidak satu dalam pemahaman, penafsiran dan ekspresi – ekspresi keberagamaannya. Al – qur’an dan Al - sunnahnya sama, tetapi karena methode penafsiran dan methodology keilmuan yang digunakan untuk memahami teks-teks suci itu berbeda, disamping perbedaan konteks sosialnya maka produk ijtihad yang dihasilkannya pun berbeda. Karena itulah sejak sejauh mungkin Rosulullah SAW, selalu memberi penghargaan kepada mereka yang mau mencurahkan segenap daya dan upayanya untuk memahami pesan – pesan Kitab suci dan Hadist Nabi. Jika hasil ijtihadnya benar, maka ia dapat dua pahala, dan jika hasil ijtihadnya salah, maka ia dapat pahala satu. Bijaksananya Rosulullah, beliau tidak pernah menjustifikasi metode pemahaman seperti apa yang menjamin sebuah hasil ijtihad benar. Justru karena itulah dari masa ke masa tradisi keilmuan Islam berkembang dan mampu berakulturasi dengan budaya yang heterogen, meski Islam turun di negeri yang sangat diwarnai oleh budaya Arab.
Namun ahir – ahir ini kita terusik dengan klaim – klaim kebenaran yang disuarakan oleh sebagian kalangan ummat Islam. Atas nama pemurnian ajaran agama, mereka lantang membid’ahkan, mengkhufaratkan, menyesatkan bahkan mengkafirkan semua yang berbeda dengan mereka. Berbagai amaliah dan tradisi seperti tahlilan, mauludan, haul, yasinan, selametan dan lain – lain menjadi sasaran utama “amalaiah yang harus dibasmi“. Tak pelak uhuwwah Islamiyyah menjadi terganggu karena ada manusia – manusia yang menjadikan Manhajul Fikrinya  mereka sebagai ukuran kebenaran dan bahkan pada titik tertentu mereka merasa merekalah “ juru bicara “ Tuhan, dan merasa ummat yang paling Islami.

II.    PEMBAHASAN
1.    Tiga Sendi Utama Ajaran Islam
Islam adalah agama Allah SWT yang diturunkan untuk seluruh manusia. Didalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akherat.
Ada tiga hal yang menjadi sendi utama dalam agama Islam. Yakni Iman, Islam, dan Ihsan.
Dari sisi keilmuan semula ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi – bagi. Namun dalam perkembangan selanjutnya para ulama mengadakan pemisahan, sehingga menjadi bagian ilmu tersendiri. Bagian – bagian itu mereka elaborasi sehingga menjadi bagian ilmu yang berbeda. Perhatian terhadap Iman memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Perhatian husus pada aspek Islam pada pengertian sempit, melahirkan ilmu fiqih tau ilmu hokum Islam dan penelitian terhadap dimensi Ihsan melahirkan ilmu tashawwuf atau ilmu akhlaq.
Namun demikian, meskipun telah menjadi ilmu tersendiri, dalam tataran pemgalaman kehidupan beragama, tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan pembedaan. Tidak terlalu mementingkan aspek Iman, dan meninggalkan dimensi Ihsan dan Islam, atau sebaliknya. Misalnya didalam melakukan sholat, oring harus beriman terhadap Allah Swt bahwa Dialah satu – satunya Dzat yang wajib disembah (Iman), lalu ia harus memenuhi syarat rukun sholat ( Islam ) serta harus khusu’ penuh penghayatan dalam menjalankan sholat ( Ihsan ).Allah SWT berfirman:




“Hai orang – orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah – langkah syaithan, sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al Baqarah : 208 ).

2.    Pengertian ASWAJA
Dalam istilah masyarakat Indonesia, ASWAJA adalah singkatan dari Ahlissunnah Wal Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut.

a.    AHL, berarti keluarga, golongan atau pengikut.
b.    AL - SUNNAH, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.maksudnya, semua yang datang dari Nabi SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi SAW.
c.    AL- JAMAAH, yakni apa yang telah disepakati para sahabat Nabi SAW pada masa Kulafaur Rasyidin
Kata jamaah ini diambil dari sabda Nabi SAW:





“ Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al jamaah (kelompok yang menjaga kebersamaan)”, (HR. Al Tirmidzi (2091), dan Al Hakim ( 1 / 77-78) yang menilainya Sahih dan disetujui oleh Al Hafidz Al Dzahabi).

Syaikh Abdul Qodir Al Jilani ( 471 – 561 H / 1077 – 4166 M ) menjelaskan dalam Al – ghunyah li thalibi thariq al – haqq, juz 1, hal. 80, bahwa Al – Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rosulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau).sedangkan Al – Jamaah  adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat nabi SAW pada masa khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah Radliyallahu ‘anhum.
Lebih jelas lagi, hadrotus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H / 1871 – 1947 M) menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat, (hal .23 – 24 ) bahwa “ adapun ahli sunnah wal jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadist, dan ahli fiqih.merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat ( Al firqoh Al najiyyah ). Mereka mengatakan bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut madzhab Hanafi, Syafi’I, Maliki dan Hanbali”.
Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa Ahlusunnah Wal Jamaah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang haqiqi. Tetapi Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi SAW dan sesuai dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya.
Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari – hari, golongan Ahli Sunnah wal Jamaah mengikuti rumusan  yang telah digariskan oleh ulama salaf. Yakni :
(1)    Dalam bidang Theology ( Aqidah / Tauhid) tercerminlah dalam rumusan yang digagas oleh imam al Asy’ari dan imam al Maturidi.
(2)    Dalammdzhab fiqih terwujud dengan mengikuti madzhab empat, yakni madzhab al Hanafi, al Syafi’I, al Maliki dan al Hanbali.
(3)    Dalam tashawwuf mengikuti imam al Junaidi al Baghdadi dan imam al Ghazali.

3.    Karakter Tawassuth, Tawazun dan I’tidal
Sebagai pembeda dengan yang lain, ada tiga cirri aswaja, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya yaitu :

(1)    Al Tawasshuth (sikap tengah – tengah, sedang – sedang, tidak ekstrim kiri ataupun kanan).Disarikan dari firmanAllah SWT:





“Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian( umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.” (QS. Al – Baqarah:143).

(2)    Al  Tawazun, (seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli maupun naqli.Firman Allah :




“ Sungguh kami telah mengutus Rasul – rasuil kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata, dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca” (QS. Al – Hadid: 25).

(3)    Al I’tidal (Tegak lurus ).Dalam  Al Qur’an Allah SWT berfirman:






“ Wahai orang – oaring yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang – orang yang tegak membela ( kebenaran ) karena Allah menjadi saksi ( pengukur kebenaran)yang adil.Dan janganlah kebencian kamu pada suatu qaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Aallah maha melihat pa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maidah: 08 ).

Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahli Sunnah Wal Jamaah juga mengamalkan sikap tasammuh ( toleransi). Yakni menghargai perbedaan serta menghurmati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:



“ Maka berbicaralah kamu berdua ( Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya ( Fir’aun) dengan kata – kata yang lemah lembut, mudah – mudahan ia ingat atau takut.”(QS. Thaha: 44 ).

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada nabi Musa AS dan Nabi Harun AS, agar berkata dan bersikap baik kepada Fir’aun.Al Hafidz Ibnu Katsir ( 701 – 774 H / 1302 – 1373 M ) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, “ Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir’aun, adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan suipaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaidah”.(Tafsir Al – Qur’an Al Azhim, Juz 3,hal 206).


III.    KESIMPULAN
1.    Kata Ahli Sunnah Wal Jama’ah tersususn dari tiga kata yaitu Ahli, Al Sunnah dan Al Jama’ah yang secara Istilah para ahli mengartikan sebagai sekumpulan Ummat Islam yang berpegang pada Sunnah atau ajaran Rosulullah SAW dan para sahabat – sahabatnya.
2.    Dalam Islam terdapat tiga sendi utama yang dalam pelaksanaannya harus terlaksana secara seimbang dan menyeluruh, yakni Iman, Islam dan Ihsan.
3.    Aswaja dalam bidang aqidah, bermadzhab kepada imam Abu Hasan Al Asy’ari dan imam Abu Manshur Al Maturidzi. Sedang dalam bidang fiqih bermazdhab kepada salah satu imam empat, yakni imam Al – Hanafi, Al – Maliki, Al – Syafi’I, Al – hambali. Sedang dalam bidang Tashawwuf bermadzhab kepada imam Al – Junaidi Al – Baghdadi dan imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali.
4.    Aswaja dalam melakukan amaliyah dan ubudiyyah senantiasa bercirikan sikap Tawazun, Tawassuth, I’tidal dan Tasammuh.
VI.    PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami mohon kritikan serta masukan demi sempurnanya makalah kami ini, terlebih kepada Yth. Bpk.Drs. Mudzakkir Ali, MA, selaku dosen pengampu mata kuliah ASWAJA ini.

VII.    REFERENSI
1.    Al- Qur’anul Karim
2.    Al-Jilani, Syaikh Abdul Qadir, Al-Ghunyah li Thalibi Tariq al-Haqq,Beirut, Maktabah al-Syab’iyyah,TT.
3.    Asy’ari, Syekh Muhammad Hasyim, Ziyadat Ta’liqat, Jombang, Maktabah al-Turats al-Islami,TT.
4.    Ibn Katsir, al-Hafidz Abi al-Fida’ Ismail, Tafsir al-Qur’an al- Azhim,Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1987.
5.    Siddiq, KH Ahmad, Khittah Nahdhiyyah, Surabaya, Khalista.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar