BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam
pembahasan kali ini kita jelaskan bahwah aliran salafiah ( tradisional )
adalah bagian dari ahlussunah, malahan keahlussunahannya lebih menonjol
dari pada aliran khalaf - moderat ( asyakriah ) aliran salafiah sesuai
dengan maknanya tradisional senantiasa mempertahankan konsepsi akidah
islamiah yang orisinal – tradisional dengan penuh konsekuen dengan
doktrin akidah pada masa nabi dan masa sahabat serta masa tabiin.
Akidah
dimasa-masa nabi, sahabat dan tabiin sangat sederhana sekali. Kaum
muslimin waktu itu menerima akidah itu dengan penuh keyakinan secara
turun temuru dari nabi ke sahabat dari sahabat ke tabiin berdasarkan
iman, ikhlas dan yakin, tanpa memerlukan argunentasi logika dan
filosofis, karena pada masa itu mereka belum kenal apa yang disebut
logika maupun filsafat.
Aliran
salafiah selanjutnya di dukung dan di kembangkan oleh gerakan-gerakan
pembaharuan islam di dunia. Dikawasan timur tengah aliran itu di
kembangkan oleh syeh Mukhammad Abduh, syeh Jamaludin Al-Afgani, Rasyid
Ridho dll.
Di
afrika utara oleh Syeh Sanusi dia anak benua hindia oleh Syayid Ahmad
bin Irfan bersama dengan Syeh Ahmad Sirhindi dll. Sementara di indonesia
oleh KH Ahmad dahlan, Ahmad Surkati dll.
Dan
apa yang di katakan para ulama’salaf tentang ketidak senangannya dalam
melakukan takwil memang benar, namun, alasan para ulama’ yang menyukai
ta’wil pun tidak boleh di tolak mentah-mentah karena mereka pun
mempunyai argumentasi yang tepat dan akurat.
BAB II
CORAK PEMIKIRAN SALAFIYAH
A. Pengertian Salafiyah
1. Menurut Thablawi Mahmud Sa’ad salaf artinya ulama’ terdahulu.
2. Menurut
As- Syahrestani, ulama’ salaf adalah orang yang tidak menggunakan
ta’wil ( dalam penafsiran ayat-ayat mutasyabihat ) dan tidak mempunyai
faham tasyibih.
3. Mahmud
Al-Bisyibisyi dalam Al-firak Al - Islamiyyah mendefinisikan salaf
sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’I - tabi’in yang dapat di ketahui
dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengeni sifat-sifat
Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk mensucikan dan
mengagungkan-Nya.
Ibrahim Madzkur menguraikan karateristik ulama salaf atau salafiah sebagai berikut :
1. Mereka lebih mendahulukan riwayat ( naql ) dari pada derayah ( aql ).
2. Dalam persoalan pokok-pokok agama ( Usuluddin ) dan persoalan-persoalan cabang agama ( Furu’ udin )
3. Mareka mengimani ayat-ayat al-Quran sesuai dengan makna lahirnya, dan tidak berupa menakwilnya.
Apabila
melihat karakteris yang di temukan Ibrahim Madzkur diatas, tokoh-tokoh
berikut ini dapat dikategorikan sebagai ulama’salaf, yaitu Abdullah bin
Abbas ( 68 H ) Abdullah bin Umar ( 74 H ) Umar bin Abdul Aziz ( 101 H )
Az-Zuhri 124 H) Ja’far Assiddiq ( 148 H ) dan
para iman madzab empat ( Hanafi, Maliki, Safi’i, dan Ahmad bi hambal ).
Meurut Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari iman
Ahmad bin Hambal, lalu ajarannya di kembangkan Imam Ibnu Taimiya,
kemudian di sebarkan oleh imam Mukhad bin Abdul Wahab dan akhirnya
berkembang di dunia islam.[1]
Akidah
salafiah sesuai dengan fitrah dan metode al-Quran yang mudah diterima
oleh semua pihak, tidak hanya oleh kalangan tertntu. Oleh karena itu
aliran tersebut sama skali tidak mau membuangbuang waktu dan energi
untuk mengorek-ngorek hal-hal yang dikandung oleh ayat-ayat
mutasyabihat. Yakni yang tidak jelas maksudnya jadi oleh pihak salaf
bilamana terdapat ayat-ayat seperti itu maka diartikan seperti apa
adanya saja, dan tidak diperbolehkan ta’wil, yakni memalingkan arti yang
sebenarnya kepada arti lain seperti yang terdapat pada beberapa ayat
berikut ini :
16.
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa
Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan
tiba-tiba bumi itu bergoncang?,
Jadi
ayat itu menyatakan “Allah dilangit”, kata langit disini tidak boleh
dita’wilkan kepada arti lain, misalnya tempat yang tinggi, Nabi Muhammad
SAW pernah membenarkan ucapan seorang perempuan (jariyah) yang
mengatakan Allah dilangit karena memang alam pikirannya baru sampai pada
taraf itu. Nabi tidak memarahi dia dan juga tidak memperbaiki
kesalahannya, karena ucapannya itu tidak dianggap salah.[2]
B. Dua Tokoh Salafiyah
1. Imam Ahmad Bin Hambali (146-241 H)
Ia
dilahirkan di Baghdad tahun 146 H/780 M. dan meninggal 241 H/855 M. Ia
sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama
Abdillah. Namun ia lebih dikenal dengan nama imam Hambali karena
merupakan pendiri Mazdhab Hambali.
Imam
Ahmad bin hambal dikenal sebagai seorang zahid. Hampir setiap hari ia
berpuasa dan hanya tidur sebentar dimalam hari, ia juga dikenal sebagai
seorang dermawan, karena begitu teguh dalam pendirian. Ketika khalifah
al-Ma’mun mengembangkan mazdhab mu’tazilah, Ibnu Hambal menjadi korban
mihnah, karena tidak mengakui bahwa al-Qur’an itu makhluk, akibatnya
beberapa kali ia harus masuk penjara. Nasib serupa dialaminya pada masa
pemerintahan pengganti al-Ma’mun, yakni al-Mu’tashim dan al-Watsiq,
namun setelah al-Mutawakil naik tahta, Ibnu Hambal memperoleh kebebasan,
pada masa ini ia memperoleh kehormatan dan kemulyaan.
Dan
dari perkataan beliau yang termasyhur, atau bisa disebut asal islam ada
empat : yaitu dal, dalil, mubin, dan mustadil. Dan dal yaitu Allah,
dalil yaitu al-Qur’an, mubin yaitu Rasulullah, dan mustadil yaitu ulul
ilmi dan ulul albab.
Pokok ajaran Salafiyah :
a. Allah mempunyai sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz.
b.Al-Qur’an itu qodim bukan hadits.
Tentang syafa’an, shirat, mizan, haudh, beliau berpendirian semua benar-benar ada di akhirat.
c. Mengartikan
ayat mutasyabih dengan menerapkan pendekatan lafdhi (tekstual) terutama
yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan ayat-ayat mutasyabihat.
d. Keimanan manusia.
Sesungguhya iman yaitu ucapan, perbuatan dan mengetahui iman dapat bertambah dengan keta’atan dan berkurang apabila ma’shiyat.
e. Tentang kehendak kekuasaan dan perbuatan manusia.
Mazdhab
Hambali berpendapat bahwa yang menjadi perbuatan manusia adalah qudrat
Allah tetapi juga ada qudrat manusia. kita harus yakin tentag qodlo’ dan
qodar karena manusia tidak lepas dari permasalahan.
f. Pandangan ilmu kalam
Ulama’
salafiyah berpendapat bahwa ilmu kalam itu haram. Dan menurut Ahmad Bin
Hambal ulam’ kalam itu kafir zindiq, bahwa mereka berpendapat sebagai
berikut :
1) Sesngguhnya para sahabat diam dari ilmu kalam.
2) Bahwa ilmu kalam sangat dibutuhkan.
g.Kebaikan dan keburukan
Sesungguhnya kebaikan dan keburukan atau manfaat dan madhorat itu disebabkan oleh qodlo’ dan qodar Allah SWT.[3]
2. Ibnu Taimiyah
Nama
lengkap beliau adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi al-Halim bin Taimiyah.
Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 r. awwal 661 H dan
meninggal dipenjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qa’dah 729 H.
Dikatakan
oleh Ibrahim Malkur bahwa Ibnu Taimiyah merupakan seorang tokoh salaf
yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal.
Ia adalah murid yang muttaqi, wara’, dan zuhud, serta seorang panglima
dan penentang bangsa Tartas yang berani. Selain itu ia dikenal sebagai
seorang muhaddits, mufassir, faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan
luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah Umar dan Ali bin Abi
Thalib. Ia juga menyerang al-Ghozali dan Ibnu Arabi. Kritikannya
ditujukan pula kepada kelompok-kelompok agama, sehingga membangkitkan
kemarahan para ulama’ sezamannya. Dan berulang kali Ibnu Taimiyah masuk
kepenjara hanya karena bersengketa dengan para ulama’.
Pemikiran Ibnu Taimiyah :
1. Sangat berpegang teguh pada nash (al-Qur’an dan hadits)
2. Tidak
menyetujui penafsiran ayat-ayat mutasyabihat. Menurutnya ayat atau
hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan
sebagaimana adanya, dengan catatan tidak menyerupakan.
3. Mengakui
tiga hal dalam masalah keterpaksaan dan ikhtiyar manusia, yaitu Allah
pencipta segala sesuatu, hamba pelaku pembuatan yang sebenrnya dan
mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna. Sehingga manusia
bertanggung jawab terhadap perbuatannya, Allah itu meridloi perbuatan
baik dan tidak meridloi perbuatan buruk.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salafiyah
adalah orang-orang yang memahami islam seperti yang dipahami oleh
Rasulullah SAW dan sahabat-sahabat yang terdahulu dari fuqoha’ dan para
muhadditsin.
Menurut
imam Ahmad bin Hambal asal islam ada emat, yaitu dalam, dalil, mubin,
dan mustadil. Adapun dalam adalah Allah, dalil yaitu al-Qur’an, mubin
yaitu Rasulullah SAW, dan mustadil yaitu ulul ilmi dan ulul albab.
Golongan Ibn Hambal dan Ibn Taimiyah mempunyai pendapat yang hampir sama
dalam masalah tauhid baik tentang kekuasaan Tuhan, perbuatan manusia
maupun kebaikan dan keburukan.
Manusia
untuk mencapai suatu tujuan harus berikhtiyar kemudian berserah diri
kepada Allah SWT sehingga Allah memberikan kuasa atas manusia untuk
berbuat tetapi kekuasaan Allah yang menentukannya.
Imam
Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa Allah berbuat sesuatu itu sudah
merupakan qodrah dan irodah tapi ibn Taimiyah berpendapat bahwa Allah
berbuat sesuatu pastilah mempunyai hikmah kebaikan tapi perbuatan
tersebut tidak terpaksa.
B. Kritik dan Saran
Alhamdulillah
puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
petunjuk dan hidayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan makalah ini.
Kami
menyadari masih banyak kelemahan, kekurangan, keterbatasan ilmu kami.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca,
dalam rangka menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya,
kepada Allah SWT jualah kami menyerahkan diri serta memohon taufik dan
hidayah-Nya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Daftar Pustaka
Anwar, Rosihun, 2001, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia
Syihab, 2004, Aqidah Ahlussunnah, Jakarta: Bumi Aksara
Rifa’I, Muhammad, 1988, Pelajaran Ilmu Kalam, Semarang: CV. Wicaksana
[1] Rosihun Anwar. Ilmu Kalam. Pustaka Setia. Bandung. 2001. Hal.109
[2] Syihab. Aqidah Ahlussunnah. Bumi Aksara. Jakarta. 2004. Hal.26
[3] Rosihun Anwar. Ilmu Kalam. Pustaka Setia. Bandung. 2001. Hal.113
[4] Ibid. hal.117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar